Minggu, 17 Agustus 2008

Tulisan Gus Mus....

Berbeda dengan beberapa posting tulisan yang sudah ada, yang merupakan pemikiranku sendiri (walau masih sangat sederhana), tulisan yang aku posting kali ini adalah karya A. Mustofa Bisri, Kyai sastrawan dengan nama besar, pengasuh Pondok Pesantren Taman Belajar Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah. Tulisan beliau ini dimuat di harian Kompas, Rabu 19 Maret 2008, dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Alasanku memposting tulisan ini semata-mata sebagai bentuk kekagumanku atas keindahan dan kedalaman isi dari karya beliau ini. Dan yang paling utama adalah rasa kagum dan hormatku pada tokoh yang menjadi panutanku dan panutan seluruh umat Islam didunia ini,Rasulullah SAW. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, mohon ijin kepada Gus Mus untuk menampilkan tulisannya di blog saya.

Berikut isi selengkapnya :

Nabi Pembawa Kasih Tuhan
Oleh A. Mustofa Bisri

Lelaki berwibawa itu membariskan anak-anak pamannya, Abbas, Abdullah, Ubaidillah, dan Kutsair. Ia berkata kepada bocah-bocah itu, “Ayo, siapa yang lebih dulu mencapaiku, aku beri hadiah.”
Bocah-bocah itu dengan gembira berlarian, berlomba mendapatkan laki-laki yang mereka cintai itu. Ada yang kemudian jatuh di dadanya, ada yang dipunggungnya. Lelaki yang tidak lain adalah pemimpin agung Nabi Muhammad SAW itupun memeluk dan menciumi mereka.
Ketika waktu salat tiba, Rasulullah SAW seperti biasa datang untuk mengimami jamaah. Namun, kali ini, beliau datang dan salat dengan memanggul cucunya, Umamah binti Abil ’Ash, di pundaknya. Pada saat rukuk, Umamah diletakkan dan saat bangkit dari rukuk cucunya itu diangkat lagi.

Kisah Nabi
Zahir sedang berada di pasar Madinah ketika tiba – tiba sesorang memeluknya kuat – kuat dari belakang. Tentu saja Zahir terkejut dan berusaha melepaskan diri, katanya, “Lepaskan aku! Siapa ini?”
Orang yang memeluknya tidak melepaskannya, justru berteriak, “Siapa mau membeli budak saya ini?” Begitu mendengar suaranya, Zahir sadar siapa orang yang mengejutkannya itu. Bahkan, ia merapatkan punggungnya ke dada orang yang memeluknya, sebelum kemudian mencium tangannya. Lalu, katanya riang, “ Lihatlah, ya, Rasulullah, ternyata saya tidak laku dijual.”
“Tidak, Zahir, di sisi Allah hargamu sangat tinggi,” sahut lelaki yang memeluk dan “menawarkan” dirinya seolah budak itu yang ternyata tidak lain adalah Rasulullah, Muhammad SAW.
Zahir Ibn Haram dari suku Asyja’ adalah satu di antara sekian banyak orang dusun yang sering datang berkunjung ke Madinah, sowan menghadap Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Di perjalanan, rombongan berhenti untuk beristirahat. Ketika mereka menyiapkan santapan,seseorang mengangkat tangan dan berkata, “ Aku yang menyembelih kambingnya.”
“Aku yang mengulitinya!” kata yang lain. “Aku yang memasak!” sahut yang lain lagi. “Kalau begitu, aku yang mencari kayu bakar!” kata pemimpin mereka, Nabi Muhammad SAW. Orang – orang pun serentak berkata. “Tak usah, ya, Rasulullah, biar kami saja yang bekerja.”
“Aku tahu kalian bisa membereskan pekerjaan ini tanpa aku,” sergah sang Nabi, “tetapi aku tidak ingin berbeda dan istimewa melebihi kalian. Allah tidak suka melihat hambanya berbeda dari sahabat – sahabatnya.

Pemimpin Agung
Dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, sengaja saya nukulkan penggalan – penggalan hadits. Hadits – hadits sahih semacam ini jarang sekali dinukil, baik dalam ceramah keagamaan maupun dalam tulisan. Mungkin orang menganggap hal – hal itu terlalu biasa dan kurang menarik. Padahal, pemeran utama berbagai penggalan kisah kehidupan itu adalah sang pemimpin agung yang nabi yang rasul, utusan Allah.
Pemeran utama berbagai cuplikan kisah itu adalah Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang oleh Michael H Hart, namanya ditempatkan dalam urutan pertama 100 manuasia paling berpengaruh di dunia. Pemeran utama cuplikan – cuplikan kisah itu adalah utusan Allah, Muhammad SAW, yang agamanya diikuti oleh mayoritas bangsa ini. Pemimpin yang berhasil membangun masyarakat madani di Madinah. Pemimpin yang mencintai dan dicintai umatnya. Pemimpin yang ditaati karena dicintai dan bukan karena ditakuti.
Di dada dan punggung Pemimpin Agung itulah bocah – bocah, anak – anak pamannya, bergelayutan dengan riang. Di pundak Pemimpin Agung itulah Umamah binti Abil ‘Ash, cucunya, digendong dibawa mengimami salat. Pemimpin Agung itulah yang bercanda dan menggoda salah seorang rakyatnya di pasar. Pemimpin Agung itulah yang tidak mau diistimewakan oleh kawan – kawan rombongannya dan meminta bagian pekerjaan juga seperti anggota rombongan yang lain.

Kasih Sayang
Dari adegan – adegan sederhana itu, anda pasti dapat membaca, antara lain, kasih sayang dan kerendah-hatian Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Kasih sayang dan kerendah-hatian inilah yang menjadi faktor utama mengapa beliau amat dicintai dan disayangi umatnya. Kasih sayang sudah menjadi bawaan Kanjeng Nabi SAW.
Pernah Kanjeng Nabi SAW mencium cucunya, Hasan Ibn Ali, di hadapan tokoh suku Tamim, Aqra’ Ibn Habis. Aqra’ berkomentar, “ Aku punya sepuluh anak dan tak seorang pun pernah aku cium.” Kanjeng Nabi memandang Aqra’ dan bersabda, “Man laa yarhamu laa yarhamu.” “Orang yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi.”
Kasih sayang bukan saja bawaan Rasulullah SAW dan merupakan sikap hidup beliau, melainkan juga merupakan misi beliau; sesuai dengan yang difirmankan Tuhannya dalam Al Quran (Q. 21 : 107). Seperti nabi – nabi sebelumnya, Nabi Muhammad SAW adalah pembawa kasih sayang Tuhan. Maka, mereka yang mengaku pemimpin penerus risalah Nabi, tetapi tidak memiliki kasih sayang, akan kesulitan bahkan juga menyulitkan orang lain.
Semoga salawat dan salam dilimpahkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW.



Selamat Membaca Semoga Berkesan....