Rabu, 26 November 2008

Puisinya A. Mustofa Bisri (Gus Mus)

Beberapa hari yang lalu, bongkar - bongkar almari buku, sekedar pingin baca - baca koleksi lama. Kebetulan ketemu buku "Bingkisan Pengantin" yang sebenarnya adalah souvenir pada syukuran pernikahan salah satu anaknya Gus Mus yang juga dijual untuk khalayak umum. Asyik ya, souvenir sebuah acara pernikahan adalah sebuah buku, mungkin bisa ditiru oleh sebagian dari kita sebagai salah satu upaya membudayakan kebiasaan membaca yang sedang digalakkan pemerintah. Isinya puisi - puisi nasihat perkawinan, yang salah satunya saya tampilkan di blog ini, sebagai bahan renungan kita bersama. Kepada Gus Mus, mohon ijinnya menampilkan puisinya disini....

KEPADA ANAKKU
Oleh : A. Mustofa Bisri

Anakku,
Seperti kata seorang pujangga, kau
bukan milikku
Kau adalah anak zamanmu
Seperti aku adalah anak zamanku
Tapi, anakku,
Kau bisa belajar dari zamanku
untuk membangun zamanmu
Kau bisa membuang sampah
zamanku
untuk membersihkan zamanmu
dan mengambil mutiara - mutiaranya
untuk memperindahnya.

Anakku,
Sejak zaman nenek- moyangmu
Kemerdekaan merupakan dambaan
Bersyukurlah kini
Kemerdekaan telah berada di
tanganmu
Kemerdekaan jika kau tahu
hakikatnya, anakku,
bisa membuatmu kuat dan liat
bisa membuatmu kreatif dan giat.
Kemerdekaan adalah pusakamu
paling keramat.

Tapi, anakku,
Apakah kau sudah bebar - benar
merdeka
Atau baru merasa merdeka?

Ketahuilah anakku,
Merdeka bukan berarti
boleh berbuat sekehendah hati-
Jika demikian tidak ada bedanya
antara merdeka dan anarki-
Karena kau tak bisa hidup sendiri
Begitu menabrak kemerdekaan pihak
lain
Kemerdekaanmu harus berhenti.

Ingatlah anakku,
Kau tak akan pernah benar - benar
merdeka
Sebelum kau mampu melepaskan diri
dari belenggu perbudakan oleh selain
Tuhanmu
termasuk penjajahan nafsumu sendiri
Jadilah hanya hamba Tuhanmu
Maka kau akan benar - benar merdeka
Dan menjadi tuan di bumi ini.

Anaku,
Sejak zaman nenek- moyangmu
Orang merdeka sekali pun
Tak mampu membangun kehidupan
Bila kebenaran dan keadilan tak
ditegakkan
Sedangkan kebenaran dan keadilan
tak pernah bisa ditegakkan
dengan kebencian.
Kebenaran dan keadilan
bagi kebahagiaan kehidupan
hanya dapat ditegakkan
dengan kasihsayang
karena kasihsayang, seperti
kemerdekaan,
berasal dari Tuhan
Dan kebencian, seperti belenggu,
berasal dari setan.
Anakku,
Ada seratus kasihsayang Tuhan
Satu di antaranya diturunkan ke bumi
dianugerahkan kepada mereka yang
Ia kehendaki
dan Ia kasihi termasuk induk kuda
yang sangat hati - hati
meletakkan kakinya takut menginjak
anaknya sendiri
Alhamdulillah aku dan ibumu
mendapatkannya
Karena itu kami mengasihi dan
menyayangimu.
Harapan dan doa kami, kau pun
mendapat bagian kasihsayang itu
untuk mengasihi dan menyayangi
suamimu,
anak - anakmu,
dan sesamamu,
Amin.

Indah banget kan puisinya? Anda punya komentar???

Selasa, 18 November 2008

Makna Pesan Itu…..

Sebuah pesan singkat masuk ke Hand Phoneku, isinya sebuah pesan dari layanan Al Qur’an seluler yang saat itu aku langganin. Bunyinya kira – kira begini :” Kesehatan, kekayaan dan segala kumudahannya adalah cobaan yang lebih berat daripada kemiskinan, penyakit ataupun kesusahan itu sendiri, karena saat kita miskin, sakit atau susah kita lebih cenderung untuk mengingatNya dibanding saat kita kaya, sehat atau saat menemui kemudahan .” Filosofi ini sering berseberangan dengan pandangan sebagian besar kita, yang sering tanpa sadar merasa bahwa orang yang sehat atau kaya (senang) adalah orang yang lebih disayang Tuhan dibanding orang – orang yang miskin maupun sakit (susah).

Berkaitan dengan pesan di atas aku langsung dapat pembuktiannya beberapa saat kemudian, begini ceritanya :

Sebagai orang yang bekerja dan tinggal di kebun, hari Sabtu adalah saat yang sangat ditunggu – tunggu, karena di hari Sabtulah datang kesempatan untuk pergi ke kota, kesempatan untuk bertemu keluarga dan meninggalkan (walau untuk sementara waktu) rutinitas dan kesunyian hidup di kebun. Saat aku terima sms itu, masih jam delapan pagi, masih harus menunggu lima jam lagi untuk bisa pergi ke kota. Jarak antara kebun dan kota memang hanya ± 60 Km saja, tetapi medan yang harus kutempuh adalah jalan tanah liat yang berbatu, yang masih agak susah untuk dilalui dengan sepeda motor, apalagi saat musim hujan.

Singkat cerita, sampailah waktu yang kutunggu - tunggu, jam dua belas siang, waktu untuk pulang ke kota… Tapi sayangnya hujan deras mengguyur semua areal perkebunan, itu artinya akan semakin susah dan melelahkan perjalananku ke kota. Karena guyuran hujan itu berarti jalan menjadi licin, becek dan lengket. Untuk pengendara sepeda motor sepertiku cuman ada beberapa pilihan ketika melakukan perjalanan dari kebun ke kota. Jika musim kemarau perjalananku akan ditemani dengan debu dan ancaman jatuh karena serakan batu (jika aku kurang berhati – hati dalam berkendara). Sedangkan jika musim hujan, pilihannya adalah roda sepeda motor Mega Proku akan lengket tak bisa berputar atau aku jatuh terjerebab karena licinnya tanah liat yang kulalui…. Namun demikian, pengalaman dan jam terbang selama 4 tahun telah mengajarkan kepadaku kiat – kiat untuk mengatasi hambatan itu.

Akhirnya dengan sangat berhati – hati, siraman hujan yang jadi penghalangku tetap kuterjang. Lengketnya lumpur kusiasati dengan melepas sayap roda depan dan mengikat tali pada beberapa bagian roda, sedangkan licinnya jalan dapat dijinakkan dengan berkendara secara waspada pada kecepatan rendah. Tidak lupa sepanjang perjalanan hatiku selalu berdoa kepadaNya mohon diberi keselamatan. Dengan metoda seperti itu selamatlah aku dari halangan terbesar yang ditimbulkan oleh siraman hujan, sehingga akhirnya tinggal jalan aspal beberapa kilometer yang tersisa sebelum sampai ke kota. Di jalan aspal itulah seolah aku sudah terbebas dari halangan besar yang menyulitkanku, kupacu sepeda motorku, sehingga tanpa sadar aku lupa untuk tetap berhati – hati dan berdoa kepadaNya, seperti yang sudah kulakukan beberapa waktu sebelumnya. Tiba – tiba…… Grubakkk!!!! Aku terjatuh dari sepeda motorku, tanpa aku tahu penyebabnya…. Rupanya rasa senangku yang berlebihan, telah membuatku lupa akan apa yang seharusnya tetap kulakukan ketika berkendara… hati – hati dan berdoa…

Saat aku masih terjerebab di aspal, dengan luka yang mulai kurasakan sakitnya, aku teringat dengan pesan singkat yang kuterima tadi pagi…. Seketika aku terhenyak, ketika kusadari kalau kejadian yang baru kualami adalah bukti kongkrit kebenaran isi pesan itu… Ya!! saat aku susah di jalan tanah yang licin, lengket dan becek, aku sangat berhati – hati dan selalu berdoa padaNya, tapi saat aku merasa mudah ketika berkendara di jalan aspal yang halus, aku terlupa untuk tetap berhati – hati, aku terlupa pada doaku padaNya…

Selasa, 11 November 2008

Seberapa Besar Kamar Mandi di Rumah Kita???

Ini sekedar pengalaman kecil yang aku temui beberapa tahun yang lalu. Sebuah usulan sederhana dari orang tuaku, saat aku diberi kesempatan olehNya untuk sedikit merenovasi rumah kecilku. Walau hanya sekedar usulan, namun kurasakan sebagai sebuah pendapat bijak yang sarat makna…

Usulan ini menyangkut ukuran kamar mandi yang akan dibuat, beliau mengusulkan agar kamar mandi yang akan dibangun ukurannya agak diperbesar, sehingga memungkinkan tubuh kita untuk berbaring di dalamnya dan itupun masih harus menyisakan sedikit ruang di dalamnya.

Waktu itu aku tidak sependapat dengan usulnya, bukankan akan menambah biaya? Lagipula ukuran lebih itu bisa dimanfaatkan untuk ruang lainnya? Ketidaksetujuanku akhirnya luluh setelah kudapat penjelasannya. Begini alasannya : “Kamar mandi itu fungsinya untuk membersihkan diri kita, nah itu juga harus bisa digunakan saat kita dimandikan nanti”. Lanjut beliau, “Jangan sampai terjadi, saat kita masih kidup, kita mandi di kamar mandi, tapi saat kita mati, kita dimandikan di halaman rumah yang ditutupi/dibatasi dengan kain.”

Aku begitu terkesima atas penjelasan itu….. sebuah usulan sederhana yang keluar dari sebuah kesadaran tinggi tentang hakikat perjalanan hidup manusia. Tanpa perlu berpikir dua kali, kulakukan apa yang jadi usulan beliau….

Sabtu, 08 November 2008

Sebuah Nasihat Dari Orang Bijak...

Ini sekedar tulisan atas sesuatu yang pernah aku dengar, yang kemudian aku renungkan dan kurasa perlu untuk diamalkan...
Sesuatu itu tentang kehidupan kita, orang - orang jaman sekarang (baca : modern), yang dalam kesehariannya cenderung terlalu sibuk menjalani rutinitas, sehingga kadang terlupa untuk mengingat tempat kita nanti akan dikuburkan, jika kita mati nanti...
Sesuatu itu ada di sekeliling kita, selalu kita injak - injak, tapi seolah kita takut untuk menyentuhnya secara langsung dengan telapak kaki kita, dengan kulit kita..
Fenomena itu dapat kita amati di kota - kota besar, di kompleks - kompleks perumahan juga di tempat publik lainnya. Ini terjadi karena orang jaman sekarang, cenderung menutup sisa halaman yang ada dengan paving blok, dengan tegel, atau minimal dengan semen, sehingga tidak ada tanah yang tersisa, walau hanya sejengkal untuk kita injak.
Kita seolah takut, kaki kita, kulit kita, jadi kotor jika menginjak atau menyentuhnya. Padahal ke dalam tanah, kita akan dikuburkan kelak. Jadi tak ada salahnya, jika pada sedikit waktu luang yang ada, kita sempatkan untuk menyentuhkan kulit kita pada tanah, sekedar untuk mengingatkan bahwa kesanalah nanti jasad kita akan kembali....

Selasa, 04 November 2008

Puisi Kado Pernikahan

Aku dapat puisi ini kurang lebih 4 tahun lalu, saat pernikahanku, kado dari kawan baikku "Dwi Rahmadi", yang dikirim via sms... Aku nggak tahu sumber aslinya dari mana, namun demikian aku perlu minta ijin pada pengarang aslinya untuk menampilkannya di Blog ini. Meski hanya beberapa rangkaian kata, namun isinya sarat makna dan akan sangat berarti sebagai bahan renungan para calon pengantin. Begini isinya :

Dalam simpuh aku berpeluh
oh.... Tuhan, sampaikan salam tuk
kekasih di rona haribaan
kemudian.

dalam tengadah aku berkesah
mencium wangi peraduan
di sela - sela senandung malam dan
gemerlap cahaya bintang.

dalam setiap desah dan helaan napas
aku menyimpan asa
semoga sebuah akad mulia
terisi bait ijabah sakinah,
mawadah dan warohmah.



Selamat Membaca Semoga Berkesan....