Sabtu, 20 September 2008

Kisah Masa Lalu....

Saat ini dadaku terasa sesak, sesak oleh kebanggan yang tiada kira. Ya, siapa yang tak bangga? Hari ini adalah hari pertamaku resmi menyandang predikat mahasiswa, mahasiswa teknik dari sebuah institusi teknik yang katanya terbaik di negeri ini. Di kepalaku sudah terisi segudang angan – angan tentang dunia kemahasiswaan yang akan aku arungi, dunia yang ilmiah dan penuh dengan rumus – rumus hukum alam yang panjang, dunia belajar yang terbebas dari seragam dan lonceng sekolah, dunia saat aku mulai belajar politik dan demokrasi untuk turut serta mengatur jalannya pemerintahan negeri ini, dunia yang terbebas dari aturan orang tua di rumah dan yang paling utama dunia yang akan banyak digandrungi cewek – cewek cantik karena kampusku adalah kampus terbaik dan ada di kota B tempat surganya cewek – cewek cantik. Hm…luar biasa memang angan – anganku waktu itu.

Tanpa terasa 4 tahun sudah berlalu dari saat pertama aku menjadi mahasiswa dan 4 tahun pula aku merasakan kecewa atas angan – anganku sendiri yang tak juga jadi kenyataan, terutama angan – anganku untuk digandrungi cewek – cewek cantik. Yah! boro – boro digandrungi, kenalan cewekku saat ini saja tidak lebih dari jumlah sepuluh jari tanganku dan mirisnya lagi nggak ada yang cantik! Kekecewaan itu pada akhirnya menimbulkan banyak pertanyaan di kepalaku dan tanpa sadar sempat terlontar pertanyaan pada ibuku saat aku liburan ke kotaku.

“Bu, apa tampangku jelek banget sih?”, tanyaku
“Kok nanyamu begitu San, ada masalah apa?”
“Nggak ada masalah apa – apa kok bu, aku cuma pingin tahu pendapat ibu aja tentang tampangku ini…”.
Mendengar kata – kataku itu berderailah tawa ibu : “Ha..ha..ha.. San! San…! mahasiswa tingkat akhir kok pertanyaannya seperti anak SD gitu…”, lanjutnya, “Apa uang bulananmu sama sekali tidak tersisa untuk kamu belikan cermin sampai – sampai tampangmu sendiri kamu nggak tahu…?”
Sambung ibu selanjutnya, “ Nggak ada yang kurang dari tampangmu San! semuanya lengkap dan sempurna, kamu harus mensyukuri karunia yang dilimpahkanNya padamu, lagian tampang ataupun penampilan fisik dari seorang manusia itu bukan yang utama karena yang paling utama ada di hatinya, dihatimu….”
“Sebenarnya ada apa sih San?”, tanya ibu ingin tahu.
“Ah, nggak ada apa – apa kok bu, pingin tahu pendapat ibu aja, matur nuwun (terima kasih)”, sahutku seraya pergi meninggalkan ibu untuk menghindari pertanyaan – pertanyaan ibu lainnya.

Di kamarku aku berpikir tentang apa – apa yang barusan dikatakan ibu, memang benar semua yang dikatakan ibuku itu, tapi walaupun begitu tetap saja pertanyaan – pertanyaan tentang ketidakmampuanku bergaul dengan kaum hawa dan menjadikan salah satu dari mereka menjadi pacarku selalu terngiang – ngiang di telingaku. Kalau penampilan fisik aku punya, isi kepala cukup , status mahasiswa tingkat akhir perguruan tinggi ternama, dompet ada isinya sedikit, lantas apa yang kurang dariku….? Dan sejujurnya pertanyaan – pertanyaan itu menghantui hidupku, mengganggu tidurku…
Hanya untungnya aku termasuk golongan manusia egois, manusia yang tidak mau kalah dalam urusan belajar, jadi pertanyaan – pertanyaan tadi tidak cukup daya untuk merusak konsentrasi belajarku.

Pikirku, “Mungkin ada sesuatu yang aku tak punya dan aku tidak tahu itu apa tapi sangat penting…! Ah aku harus mencari jawabannya, tak pas rasanya kalau calon insinyur teknik seperti aku pacarpun nggak punya”.
“Aku harus mencari jawaban pertanyaanku itu segera! Dan kalau sudah kudapat jawabannya akan kugunakan untuk mencari pacar yang kuidam - idamkan”, lanjutku dalam hati.
Hingga akhirnya disela – sela mengerjakan skripsiku aku jadi rajin nongkrong di tempat – tempat anak muda kota B biasa ngumpul dan tidak ketinggalan aku kursus kepribadian sama teman karibku Eko. Eko yang kukenal adalah mahasiswa yang sederhana, seimbanglah sama aku, tapi pacarnya cantik – cantik dan sering ganti - ganti, dia teman satu kostku, anak kota C yang mengambil kuliah jurusan teknik juga hanya beda kampus denganku, dari Eko aku belajar banyak tentang cara – cara bergaul, bertelpon, berbicara yang menarik, merayu tanpa kelihatan menggombal dan segala tetek bengek yang berhubungan dengan wanita khususnya mahasiswi dan pada akhirnya cara menundukkan hati mereka.
Katanya, “ Pokoknya San, kunci utamanya percaya diri! Kamu harus punya itu! Lain – lainnya akan muncul dengan sendirinya.”
Ya, percaya diri! Rupanya itu modal yang belum aku punya dan itu jawaban dari pertanyaanku selama ini.

Kenyataannya memang kunci yang diberikan temanku Eko sangat manjur adanya, karena dengan modal itu aku sekarang lagi dekat dengan Ira, Sisca Irasanti nama lengkapnya, seorang gadis cantik, berkulit putih, semampai, pintar, ramah dan sexy, pokoknya semua kriteria yang ada di kepalaku tentang wanita idola calon pendamping wisudaku ada pada dia. Oh ya, Ira adalah seorang mahasiswi jurusan sastra Jepang di sebuah Sekolah Tinggi Bahasa di kota B ini. Dengan adanya Ira walaupun belum resmi jadi pacarku rasanya hari – hariku jadi cerah, semangat belajarku menggebu, aku jadi rajin memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan dengannya : warna kesukaannya, baju, sepatu, tas, model rambutnya dan sebagainya, aku juga jadi rajin membaca tentang hal – hal yang berhubungan dengan obyek studinya “Jepang dan bahasanya” juga yang berhubungan dengan hobinya olahraga tenis lapangan. Satu hal yang menyiksaku adalah aku jadi tambah susah tidur, karena aku selalu pingin cepat – cepat pagi agar aku bisa bertemu dengannya. Ah, cinta memang membuatku serasa terbang di awan sekaligus serasa bodoh…..

Sejalan dengan berjalannya waktu, hari ke hari semakin mendekatkan hubungan kami, pembicaraan telepon, obrolan – obrolan seputar hobi dan ide – ide kami serta pertemuan demi pertemuan semakin mengobarkan gelora asmaraku padanya, aku jadi sangat romantis dan melankolis kalau lagi ngebayangin dia dan kebersamaanku dengannya, mungkin lebih romantis dari film Gita Cinta Dari SMA atau Puspa Indah Taman Hatinya Rano Karno dan Yesy Gusman yang pernah aku tonton dulu, hanya masalahnya aku belum juga berani mengutarakan perasaan hatiku padanya. Jangankan untuk menyatakan cinta, menatap matanya secara langsung saja jantungku berdegup keras serasa mau lepas dari tempatnya….
“Tapi ini tidak boleh didiamkan, aku harus segera menyatakannya”, ucapku dalam hati.

Maka setelah kutimbang – timbang, kupikir – pikir, akhirnya kuputuskan hari Sabtu adalah waktu yang tepat untuk menyatakan perasaan cintaku padanya karena aku dan dia sama – sama tidak ada mata kuliah pada hari Sabtu dan dia juga mau meluangkan waktunya untukku di hari itu. Dengan bekal percaya diri dan rasa cinta yang membara akhirnya kuberanikan juga untuk mengungkapkan perasaan cintaku padanya, “ Ra, ehm… ehm.. boleh nggak aku ngomong sesuatu sama kamu?”
“Ya boleh lah, emang kamu mau ngomong apa? Lagian formil amat, kayak kita nggak pernah omong – omongan aja!”, tukasnya.
Jawabannya yang lugas langsung membuatku down dan terpaksa kunyalakan sebatang rokok yang sudah kusiapkan sebelumnya walaupun sebenarnya aku bukan perokok. Melihat aku merokok dia tersenyum seraya bertanya, “ Ada apa sih? Kok stress banget, penting banget ya?”.
“Nggak kok, aku cuma… cuma… aduh gimana ya ngomongnya… ?
“Aku baru sekali ini deh, ngeliat kamu kaya orang bodo gitu, mau ngomong aja susah, ada apa sih?”, tanyanya sekali lagi.
“Anu Ra, aku cuma.. pingin… pingin ngutarain perasaan sayangku padamu….”.
“ Aku pingin kita bisa jalan bareng lebih dari seorang teman…”. Begitu kata – kata itu meluncur dari bibirku lega sekali rasanya, lepas seluruh beban di hatiku.
“Oh itu?” ,ucapnya. “Gimana ya San…, aku sebenarnya juga simpati sama kamu…, cerita kita nyambung, ide – ide kita sejalan, tapi…. kayaknya kamu terlambat deh, soalnya saat ini aku sudah punya pacar yang sedang kuliah di Surabaya dan hubungan kami baik – baik saja… Jadi rasanya aku tidak punya alasan untuk memutuskan hubungan itu….”. Lanjutnya, “Tapi jangan kecil hati deh San, kita kan masih bisa berteman, lagian rasanya berteman itu lebih indah deh daripada pacaran…”. Byar!!! Hancur rasanya hatiku mendengar jawabannya dan dapat ditebak detik – detik selanjutnya adalah kehampaan rasa di hatiku dan padamnya semangat hidup yang akhir – akhir ini kurasakan begitu menyala – nyala, akhirnya hanya kebekuan yang ada di antara kami, sampai kuperoleh alasan yang tepat untuk pamit pulang.

Sejak penolakan itu dunia benar – benar terasa hampa dan gelap buatku, segala ilmu, nasihat dan dorongan semangat yang dipompakan Eko sahabatku seolah tiada arti lagi bagiku, segalanya jadi terasa menyesakkan. Aku jadi ingat sebuah kalimat yang aku pelajari saat belajar bahasa Indonesia di SD dulu “Saat kita sakit, makan serasa tidak enak, tidur tidak nyenyak dan dudukpun gelisah” begitulah pula rasanya kalau patah hati karena cinta ditolak. 3 bulan lamanya aku berusaha melupakan kejadian itu dan 3 bulan pula pengerjaan skripsiku terbengkelai, untunglah di saat – saat akhir meski tertatih aku bisa menyelesaikan skripsiku dan lulus ujian sarjanaku. Hingga akhirnya datanglah saat wisuda sarjanaku, saat – saat yang membahagiakanku, walau tanpa Ira disisiku….

3 komentar:

The Diary mengatakan...

masa lalu emang kadang menyenangkan kadang jg menyedihkan :)

Anonim mengatakan...

hati-hati, dibaca istri bisa bikin cemburu nih...

pammiekaiserman mengatakan...

8 Best Sites To Bet on Crypto on the Go - DrmCD
Betting sites are a common way to gamble online. The number one 논산 출장안마 thing 부산광역 출장마사지 you should 광주 출장마사지 keep in 진주 출장샵 mind when choosing 양산 출장샵 a crypto casino is their ease




Selamat Membaca Semoga Berkesan....